AUDIT KASUS STUNTING (AKS)

Malnutrisi pada bayi dan anak dibawah lima tahun masih menjadi permasalahan utama di dunia. Malnutrisi merupakan kondisi ketika anak tidak mendapatkan asupan nutrisi sesuai dengan kebutuhannya. Kondisi ini tidak dapat disepelekan karena dapat berdampak buruk bagi kondisi kesehatan maupun pertumbuhan dan perkembangan anak di kemudian hari. Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2022, prevalensi stunting turun dari 24,4 % tahun 2021 menjadi 21.6 % pada tahun 2022. Angka ini tentunya masih jauh dari target yang ditetapkan yaitu sebesar 14 % pada tahun 2024 dan untuk mencapai target tersebut diperlukan komitmen multi pihak di berbagai tingkatan wilayah Indonesia.

Audit kasus stunting adalah identifikasi risiko dan penyebab risiko pada kelompok sasaran berbasis surveilans rutin atau sumber data lainnya. Identifikasi risiko pada AKS ini adalah menemukan atau mengetahui risiko-risiko potensial penyebab langsung (asupan tidak adekuat, penyakit infeksi) dan penyebab tidak langsung terjadinya stunting pada calon pengantin, ibu hamil, ibu pasca persalinan, baduta dan balita. Sedangkan penyebab risiko pada AKS ini adalah identifikasi faktor penyebab langsung stunting di tingkat individu pada calon pengantin, ibu hamil, ibu pasca persalinan, baduta dan balita. AKS dilakukan dalam kerangka untuk menyelesaikan masalah yang menyangkut dengan permasalahan sistem pelayanan kesehatan, manajemen pendampingan keluarga maupun yang berhubungan dengan medical problem (permasalahan medis) terkait kasus dalam AKS.

Audit kasus stunting bertujuan untuk:

  1. Mengetahui penyebab risiko terjadinya stunting pada kelompok sasaran sebagai upaya pencegahan dan perbaikan tata laksana kasus yang serupa
  2. Menganalisis faktor risiko terjadinya stunting pada baduta/balita stunting sebagai upaya pencegahan, penanganan kasus dan perbaikan tata laksana kasus yang serupa
  3. Memberikan rekomendasi penanganan kasus dan perbaikan tatalaksana kasus serta upaya pencegahan yang harus dilakukan
  4. Melakukan pemantauan atas penanganan kasus dan perbaikan tatalaksana kasus.

Audit kasus stunting yang merupakan salah kegiatan prioritas pada rencana aksi nasional percepatan penurunan stunting dilakukan secara berkesinambungan sehingga intervensi atau pencegahan dapat segera dilakukan agar kasus tidak semakin memburuk atau penanganan kasus dan perbaikan tata laksana kasus yang serupa sehingga kasus tidak berulang di satu wilayah. Audit kasus stunting yang diawali dengan pembentukan tim audit, kemudian pelaksanaan audit dan manajemen pendampingan, dilanjutkan dengan diseminasi audit kasus stunting dan evaluasi terhadap rencana tindak lanjut audit kasus stunting dilakukan dibawah koordinasi langsung dari Bupati sehingga sinergitas setiap kegiatan dapat terlaksana dan target prevalensi stunting 14persen di tahun 2024 dapat tercapai.

 

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi:

WA: 082170871455 dan email: bungurantengahpuskesmas@gmail.com

– Promkes Puskesmas Bunguran Tengah –

PEMICUAN PILAR STBM

STBM merupakan pendekatan untuk mengubah perilaku higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan.

Pemicuan adalah cara untuk mendorong perubahan perilaku higiene dan sanitasi individu atau masyarakat atas kesadaran sendiri dengan menyentuh perasaan, pola pikir, perilaku, dan kebiasaan individu atau masyarakat.

Penyelenggaraan STBM dilakukan secara mandiri oleh masyarakat dengan berpedoman pada pilar STBM guna memutus mata rantai penularan penyakit dan keracunan. Pada Tanggal 9, 10, dan 11 telah dilaksanakan kegiatan Pemicuan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) pilar 3, 4, dan 5 di tiga desa di Kecamatan Bunguran Tengah.

Penyelenggaraan STBM bertujuan untuk:

  1. Mewujudkan perilaku masyarakat yang higienis dan saniter secara mandiri tidak hanya di rumah tangga tetapi juga di kawasan permukiman dan fasilitas umum.
  2. Memastikan setiap orang memiliki kesempatan yang sama dalam menikmati akses layanan air minum dan sanitasi dengan mempertimbangkan aspek kesetaraan gender dan inklusi sosial dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Pilar STBM:

Pilar 1: Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS)

Setiap individu dalam suatu komunitas menghentikan praktik buang air besar sembarangan di tempat terbuka (open defecation free).

Pilar 2: Cuci Tangan Pakai Sabun

Setiap individu dalam rumah tangga memiliki dan menggunakan fasilitas cuci tangan dengan sabun dan air mengalir pada waktu-waktu kritis.

Pilar 3: Pengolahan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMMRT)

Setiap individu dalam rumah tangga melaksanakan pengolahan air minum dan makanan yang aman secara berkelanjutan serta menyediakan dan menggunakan tempat pengolahan air minum dan makanan rumah tangga yang aman.

Pilar 4: Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (PSRT)

Setiap rumah tangga mengelola sampah dengan indikasi minimal (tidak ada sampah berserakan di lingkungan sekitar rumah, ada tempat sampah tertutup, kuat dan mudah dibersihkan, dan ada perlakuan yang aman.

Pilar 5: Pengelolaan Air Limbah Domestik Rumah Tangga (PALDRT)

Setiap rumah tangga yang telah mengelola air limbah domestik rymah tangga dengan kriteria (tidak terlihat genangan air di sekitar rumah, dialirkan ke saluran air limbah yang kedap tertutup, dan dilakukan pengolahan/dialirkan ke sumur resapan sebelum dialirkan ke badan air/saluran drainase).

Peran puskesmas, kecamatan, dan desa dalam pemicuan STBM:

  1. Puskesmas sebagai penanggung jawab pelaksanaan percepatan pencapaian Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS) dan lima pilar STBM di wilayah kecamatan melalui peran sanitarian.
  2. Pemerintah Kecamatan sebagai penanggung jawab wilayah dalam
    percepatan pencapaian Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS) dan lima pilar STBM tingkat kecamatan.
  3. Pemerintah Desa sebagai penanggung jawab pencapaian target SBS tingkat desa.

Dengan adanya kegiatan pemicuan ini diharapkan adanya perubahan perilaku masyarakat dan bersama masyarakat dapat memutus mata rantai penularan penyakit.

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor WA: 082170871455 dan alamat email: bungurantengahpuskesmas@gmail.com

– Promkes Puskesmas Bunguran Tengah –

ANTRIAN ONLINE BPJS

Kini Pendaftaran di Puskesmas Bunguran Tengah lebih mudah dengan menggunakan Aplikasi Mobile JKN.

Langkah-Langkah:

  1. Download Aplikasi Mobile JKN di Playstore atau Appstore
  2. Pilih menu pendaftaran (antrean), pilih faskes tingkat pertama
  3. Pilih poli tujuan, isi keluhan, kemudian simpan
  4. Muncul nomor antrian

 

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor WA: 082170871455 dan alamat email: bungurantengahpuskesmas@gmail.com

– Promkes Puskesmas Bunguran Tengah –

Penganugerahan Predikat Penilaian Kepatuhan Penyelenggaraan Pelayanan Publik 2023

Ranai – Hasil penilaian kepatuhan penyelenggaraan pelayanan publik Tahun 2023, Puskesmas Bunguran Tengah mendapatkan peringkat 4 dengan perolehan nilai 92,19 (Zona Kepatuhan Hijau, Kategori A dan Opini Kualitas Tertinggi). Penilaian dilakukan oleh Ombudsman RI terhadap 7 lokus OPD di Kabupaten Natuna, yaitu Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Sosial, Puskesmas Tanjung, dan Puskesmas Bunguran Tengah.

Waktu penilaian dilakukan pada Bulan Agustus 2023, pengambilan data dilakukan oleh Ombudsman RI Perwakilan Kepulauan Riau. Penilaian diambil berdasarkan komponen penyelenggaraan pelayanan publik yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009, Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012, dan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2013 yang berkaitan langsung dengan penyelenggara layanan.

Adapun dimensi penilaian sebagai berikut:

  1. Dimensi Input terdiri dari variabel penilaian kompetensi pelaksana dan variabel pemenuhan sarana prasarana pelayanan
  2. Dimensi Proses terdiri dari variabel standar pelayanan
  3. Dimensi Output terdiri dari variabel penilaian persepsi maladministrasi
  4. Dimensi Pengaduan terdiri dari variabel pengelolaan pengaduan

Hasil penilaian kepatuhan merupakan penggabungan atas hasil kinerja 4 dimensi penilaian. Penggabungan penilaian tersebut menghasilkan angka persentase akhir dari masing-masing penyelenggara pelayanan.

 

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor WA: 082170871455 dan alamat email: bungurantengahpuskesmas@gmail.com

– Promkes Puskesmas Bunguran Tengah –

 

 

Mengenal Frambusia

Frambusia disebabkan oleh kuman Frambusia Treponema pallidum subspesies pertenue dengan manusia sebagai satu-satunya sumber penularan. Masa inkubasi antara 10-90 hari (rata-rata 21 hari). Masa penularan Frambusia bervariasi dan dapat berlangsung lama, dimana lesi Frambusia dapat muncul pada kulit penderita secara intermiten selama beberapa tahun. Lesi Frambusia stadium 1 (primer) merupakan lesi yang sangat menular karena cairan (getah, eksudat) yang keluar dari lesi Frambusia stadium 1 (papula, papilomata, makula dan papiloma ulkus) mengandung banyak bakteri Frambusia. Bakteri Frambusia tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi masuk melalui luka lecet, goresan atau luka infeksi kulit lainnya. Bakteri Frambusia yang telah masuk ke dalam tubuh akan berkembang biak dan menyebar dalam sistem peredaran darah. Lesi awal akan menghilang, tetapi kemudian muncul lesi-lesi baru. Apabila lesi tidak mendapat perawatan, dapat menimbulkan kerusakan jaringan kulit lebih luas, bahkan dapat menimbulkan kerusakan pada tulang.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya penularan Frambusia antara lain:

  1. Lingkungan kumuh, hangat dan lembab.
  2. Penularan tinggi pada musim penghujan
  3. Jarang mandi
  4. Bergantian menggunakan pakaian yang sama dengan orang lain atau jarang berganti pakaian
  5. Luka terbuka atau adanya penyakit kulit seperti kudis, bisul, dapat menjadi tempat masuk bakteri Frambusia

Manifestasi klinis Frambusia terbagi dalam beberapa stadium perkembangan, yang ditunjukkan dalam perubahan bentuk lesi yaitu lesi primer, lesi sekunder, dan lesi tersier. Antara lesi primer dengan lesi sekunder terdapat periode laten 1 (2-5 tahun), sedangkan antara lesi sekunder dengan lesi tersier terdapat periode 2 (5-10 tahun).

Stadium Primer

Sekitar 65%-85% lesi primer pada penderita Frambusia timbul pada tungkai dan kaki, sebagian yang lain dapat juga timbul dimuka. Stadium primer diawali dengan timbulnya papul pada tempat masuknya bakteri. Papul dalam bentuk nodul kecil eritematosa (berwarna kemerahan), tidak nyeri (tidak mengeluh sakit ketika ditekan), kadang gatal. Papul timbul antara 9-90 hari (rata-rata 3 minggu) sejak terinfeksi bakteri Frambusia. Papul berkembang menjadi papiloma. Permukaan papiloma menonjol atau sering disebut bertangkai, basah (getah), mudah berdarah, kemerahan dan berbenjol-benjol kecil seperti bunga kol atau rashberry. Getah mengandung banyak bakteri Frambusia. Getah dapat mengering di atas papul atau papiloma membentuk keropeng atau krusta yang menutup papiloma. Lesi ini disebut krusta papilomata. Papul dan papiloma dapat pecah menjadi koreng (ulkus). Dasar koreng cukup dalam (sampai lapisan subkutaneus), berbenjol-benjol seperti permukaan buah rashberry (granulasi) yang biasanya terkonsentrasi di tengah-tengah ulkus, dengan tepi ulkus keras. Beberapa papul atau papiloma menjadi satu membentuk gambaran seperti plak dan dapat pecah membentuk ulkus (chancre of yaws, frambesioma). Satelit-satelit papul juga bisa bermunculan di sekitar ulkus. Kadang-kadang pada stadium ini bisa terjadi demam atau sendi-sendi ngilu disertai pembesaran kelenjar getah bening regional (lipat ketiak, leher, lipat paha). Gejala klinis pada stadium primer dapat dilihat pada Gambar 1. Setelah 3-6 bulan sejak timbulnya lesi, semua lesi dapat sembuh sendiri dengan sisa berupa atropi kulit (kulit menipis dan mengkilat), hipopigmentasi (bercak keputihan seperti panu), atau seperti parut. Keadaan ini disebut stadium laten. Frambusia stadium laten dapat berkembang dan masuk Stadium Sekunder)

Stadium Sekunder

Lesi sekunder adalah munculnya kembali lesi Frambusia baru karena adanya penyebaran bakteri ke dalam peredaran darah dan jaringan getah bening. Lesi ini muncul setelah 2 tahun sejak lesi Frambusia primer, terutama di muka, lengan, tungkai dan pantat, dengan bentuk lesi sama dengan stadium primer. Pada stadium ini, getah bening mengalami peradangan, membesar dan sakit. Timbul rasa nyeri sendi (arthralgia) dan lesi yang merupakan gejala tidak spesifik pada stadium sekunder ini. Lesi dapat terjadi di telapak kaki, permukaan kaki mengalami penebalan (hiperkeratosis), pecah-pecah (fisurasi) dan nyeri, sehingga penderita berjalan dengan posisi aneh (terpaksa), ini disebut “crab yaws”. Lesi dapat juga mengenai tulang muka, rahang dan tungkai bagian bawah berupa peradangan tulang (osteoperiostatis). Kelainan-kelainan yang terjadi pada stadium ini dapat hilang dengan sendirinya, dan sebagian penderita (10%) masuk ke Stadium Tersier yang dapat berlangsung dalam periode waktu 5-10 tahun.

Stadium Tersier

Dalam tahap ini, tulang, sendi dan jaringan yang terserang Frambusia dapat mengalami kerusakan (destruktif) menjadi cacat, dan dapat terbentuk gumma, gangosa, gondou, juxta articular nodes dan hiperkeratosis pada telapak tangan dan telapak kaki (Gambar 2). Gumma adalah benjolan menahun, mengalami perlunakan, ulserasi, destruktif terhadap jaringan di bawahnya. Dapat timbul di kulit maupun tulang dan sendi. Cacat ini mengakibatkan anak-anak tidak mau ke sekolah dan orang dewasa akan sulit mencari pekerjaan, Frambusia dapat mengakibatkan dampak sosial ekonomi dan masalah kemanusiaa

Stadium Laten (Latent yaws)

Stadium Laten merupakan fase tanpa gejala klinis, tetapi bakteri Frambusia masih aktif dan hasil uji serologi positif. Stadium ini terjadi ketika penderita dengan lesi Frambusia dapat sembuh tanpa pengobatan. Adanya Stadium Laten inilah yang akan menyulitkan upaya memutus mata rantai penularan Frambusia, karena penderita akan terus menjadi sumber penularan baru tanpa diketahui sumbernya. Bakteri Frambusia dapat bertahan sampai 5 tahun dalam tubuh seseorang dan di tengah-tengah masyarakat. Setiap satu kasus klinis Frambusia, diperkirakan terdapat lebih dari 2 penderita yang berada pada Stadium Laten. Oleh karena itu, sejak suatu daerah dinyatakan tidak ditemukan kasus klinis Frambusia (setelah dilaksanakan serangkaian upaya memutus rantai penularan Frambusia), surveilans harus tetap dilakukan

Cara Penularan:

  • Kontak langsung kulit-kulit melalui cairan eksudat
  • Bakteri tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi masuk melalui luka lecet, goresan, atau luka infeksi kulit lain
  • Kontak melalui lalat, alat rumah tangga, keluarga
  • ASI dari ibu ke anak

Kuman penyebab Frambusia hanya hidup dalam tubuh manusia dan menular antar manusia. Pada dasarnya, penularan Frambusia pada suatu populasi dapat terhenti apabila setiap anggota penduduk melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat, terutama menjaga kebersihan perorangan seperti mandi menggunakan air dan sabun.

 

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor WA: 082170871455 dan alamat email: bungurantengahpuskesmas@gmail.com

– Promkes Puskesmas Bunguran Tengah –